Jumat, 20 April 2012

Musibah dan Kasih Sayang

Dengan pandangan polos dipangkuan ibunya yang sedih, bocah salah satu korban keracunan makanan dalam rangka acara "Samen" yang ditammpung di Bale Desa Sukaratu tengah diberikan pertolongan para medis. Sedikitnya 75 warga Sukaratu, Kecamatan Sukaratu, Kabupaten Tasikmalaya mengalami kritis dan dirujuk  ke puskesmas terdekat, Sementara puluhan korban keracunan lainnya di tampung sementara di Bale Desa untuk mendapatkan perawatan, Selasa (28/6).*

Keracunan



Akibat keracunan makanan dalam acara samen, Selasa (28/6) malam, Sedikitnya 75 warga harus mendapatkan perawatan di puskesmas Sukaratu, Kecamatan Sukaratu, Kabupaten Tasikmalaya.. Terlihat botol infus yang digantung pada bentangan tali plastik untuk perawatan korban keracunan Sebagian korban yang di tampung di Bale desa.*

Kamis, 19 April 2012

Survive

Pudin (11) warga Kampung Baru, Desa Sukamenak, Kecamatan Wanaraja Kabupaten Garut harus rela putus sekolah. Hal ini dikarenakan keterbatasan ekonomi keluarganya. Dirinya hanya bisa berusaha membantu orang tuanya mencari kayu bakar untuk keperluan sehari-hari. Terlihat ia tengah melintasi jalanan terjal sambil memanggul kayu bakar yang didapatnya dari hutan pegunungan kawasan itu. Gambar diambil, Rabu (14/5/2008).*

AYO SEKOLAH

Siswa SD harus berjalan jauh untuk sekolah.*
Setiap anak-anak diamanpun mereka berada, jika sudah mencapai usia sekolah akan sangat bahagia jika bisa bersekolah. Mereka secara langsung akan memberitahukan keinginannya itu kepada orang tuanya. Kondisi seperti itu banyak dijumpai dalam kehidupan sehari-hari. Namun tidak semua masyarakat bisa berkesempatan mengenyam pendidikan. Masih beruntung mereka dipelosok salah satu daerah di Kabupaten Garut bisa menikmati indahnya sekolah, meski dari rumah harus menempuh perjalanan cukup jauh untuk pergi ke sekolahnya.***

Rabu, 18 April 2012

KATUMBIRI

Ketika imajinasiku menerawang kembali ke masa lalu, menyusuri setiap ruang khayalan yang berkecamuk dalam otak dan pikiranku. Saat itu ingatanku  bermuara pada satu titik ruang dimana emosi menyeruak celah yang tetap bersinar. Disitu ada sebuah fantasi yang kutemukan yakni satu masa paling indah. Masa dimana hari-hariku menjalani berputarnya waktu hingga saat ini. Kebebasan yang tak mungkin bisa dirasakan kembali. Masa dimana kita bisa tersenyum ataupun menangis bila mengingatnya..

"Masa Kecil" itulah masa paling indah, Sejuta impian dan harapan selalu terucap. Terlontar begitu saja secara spontan dalam perbincangan antar kawan. Perbincangan tentang cita-cita yang setinggi langit, sekolah favorit,  harapan kehidupan yang layak dimasa depan, wanita idaman yang aduhai, kendaraan terbaru dan termewah, hingga menuai mimpi akan indahnya kehidupan. Dengan tanpa alasan menjadi pergunjingan dalam kumpulan kecil disudut gang depan rumah tinggalku. Percakapan itu hampir setiap kali terlontar saat aku bermain dengan kawan.

Kala pengeras suara dari Mesjid yang lokasinya hanya beberapa meter dari halaman rumah tinggalku tempat aku bermain dengan kawan. Obrolan yang menjadi mimpi masa kecilku diberhentikan waktu itu, tatkala adzan maghrib berkumandang kumpulan bermain pun bubar. Kami semua pulang ke rumah masing-masing. Sesampainya dirumah nampak berseliweran kakak dan adikku. Di kursi ruang keluarga nampak Ibuku lengkap dengan mukena yang dikenakannya hampir menutupi seluruh tubuhnya. Hanya terlihat wajah yang memancarkan cahaya kecantikan seorang Ibu yang tak pernah pudar. Ia memandangku dengan tatapan penuh kasih sayang. Dan Bapakku berdiri dekat meja makan komplit dengan sarung plus peci hitam yang dikenakan menyapaku dengan nada kewibaannya, "Segera nak bersihkan badanmu dari debu yang menempel di badanmu dengan air wudlu".

Sambil melirik televisi hitam putih yang menayangkan berita daerah yang disiarkan TVRI, satu-satunya stasiun televisi kebangaan masyarakat diseluruh Republik ini. Kakiku terus melangkah sedikit berlari menuju kamar mandi melewati dapur yang atapnya sudah hitam pekat oleh asap yang keluar dari kompor minyak 12 sumbu yang dibeli Ibu dipasar lama sekitar tahun 1980an.

Tak memakan waktu lama akupun menarik tambang dari karet ban yang menggantung pada kayu yang ditempel pada tembok sumur. Lalu menceburkan ember plastik hitam kemudian setelah ember tersebut berisi air kuangkat kembali kepermukaan. Cukup menguras tenaga juga, pasalnya air yang harus kutimba berada 15 meter dibawah permukaan lantai kamar mandi rumahku.

Tibalah bulatan diameter ember plastik hitam dengan gelombang air pada permukaannya, aku mengangkatnya dengan tangan kiri disusul tangan kanan membalikkan bagian bawahnya sehingga air masuk melalui saluran lobang kecil tembus ke bak mandi. Singkat cerita muka, tangan, kaki mulai dibasuh dengan sedikit tergesa-gesa karena alunan adzan sudah berakhir.

Sambil tergesa-gesa aku masuk kamar merogoh peci yang tergantung di tiang ranjang tingkat yang dibuat Ayahku dari kayu. Menyambar sarung dan kitab suci yang bertumpuk dengan buku sekolahku lalu berlari ke Mesjid untuk melaksanakan sholat berjamaah dilanjutkan dengan mengaji. Disana kembali bertemu kawan dan perbincangan pun terulang kembali, seterusnya dan seterusnya menggilas sang waktu hingga diriku tersentak dan tersadar. "Janin yang ada diperut istriku Jum'at 20 April 2012 menginjak usia 8 bulan. Alhamdulillah, Ya Alloh sujud syukurku kepadamu, seumur hidupku takkan cukup untuk membalas segala nikmat yang telah engkau berikan kepadaku. Semoga berkah yang engkau berikan kepadaku, anak dan istriku dan seluruh keluargaku takkan pernah berhenti selamanya, Amin Ya Robballalamin.*