Rabu, 18 April 2012

KATUMBIRI

Ketika imajinasiku menerawang kembali ke masa lalu, menyusuri setiap ruang khayalan yang berkecamuk dalam otak dan pikiranku. Saat itu ingatanku  bermuara pada satu titik ruang dimana emosi menyeruak celah yang tetap bersinar. Disitu ada sebuah fantasi yang kutemukan yakni satu masa paling indah. Masa dimana hari-hariku menjalani berputarnya waktu hingga saat ini. Kebebasan yang tak mungkin bisa dirasakan kembali. Masa dimana kita bisa tersenyum ataupun menangis bila mengingatnya..

"Masa Kecil" itulah masa paling indah, Sejuta impian dan harapan selalu terucap. Terlontar begitu saja secara spontan dalam perbincangan antar kawan. Perbincangan tentang cita-cita yang setinggi langit, sekolah favorit,  harapan kehidupan yang layak dimasa depan, wanita idaman yang aduhai, kendaraan terbaru dan termewah, hingga menuai mimpi akan indahnya kehidupan. Dengan tanpa alasan menjadi pergunjingan dalam kumpulan kecil disudut gang depan rumah tinggalku. Percakapan itu hampir setiap kali terlontar saat aku bermain dengan kawan.

Kala pengeras suara dari Mesjid yang lokasinya hanya beberapa meter dari halaman rumah tinggalku tempat aku bermain dengan kawan. Obrolan yang menjadi mimpi masa kecilku diberhentikan waktu itu, tatkala adzan maghrib berkumandang kumpulan bermain pun bubar. Kami semua pulang ke rumah masing-masing. Sesampainya dirumah nampak berseliweran kakak dan adikku. Di kursi ruang keluarga nampak Ibuku lengkap dengan mukena yang dikenakannya hampir menutupi seluruh tubuhnya. Hanya terlihat wajah yang memancarkan cahaya kecantikan seorang Ibu yang tak pernah pudar. Ia memandangku dengan tatapan penuh kasih sayang. Dan Bapakku berdiri dekat meja makan komplit dengan sarung plus peci hitam yang dikenakan menyapaku dengan nada kewibaannya, "Segera nak bersihkan badanmu dari debu yang menempel di badanmu dengan air wudlu".

Sambil melirik televisi hitam putih yang menayangkan berita daerah yang disiarkan TVRI, satu-satunya stasiun televisi kebangaan masyarakat diseluruh Republik ini. Kakiku terus melangkah sedikit berlari menuju kamar mandi melewati dapur yang atapnya sudah hitam pekat oleh asap yang keluar dari kompor minyak 12 sumbu yang dibeli Ibu dipasar lama sekitar tahun 1980an.

Tak memakan waktu lama akupun menarik tambang dari karet ban yang menggantung pada kayu yang ditempel pada tembok sumur. Lalu menceburkan ember plastik hitam kemudian setelah ember tersebut berisi air kuangkat kembali kepermukaan. Cukup menguras tenaga juga, pasalnya air yang harus kutimba berada 15 meter dibawah permukaan lantai kamar mandi rumahku.

Tibalah bulatan diameter ember plastik hitam dengan gelombang air pada permukaannya, aku mengangkatnya dengan tangan kiri disusul tangan kanan membalikkan bagian bawahnya sehingga air masuk melalui saluran lobang kecil tembus ke bak mandi. Singkat cerita muka, tangan, kaki mulai dibasuh dengan sedikit tergesa-gesa karena alunan adzan sudah berakhir.

Sambil tergesa-gesa aku masuk kamar merogoh peci yang tergantung di tiang ranjang tingkat yang dibuat Ayahku dari kayu. Menyambar sarung dan kitab suci yang bertumpuk dengan buku sekolahku lalu berlari ke Mesjid untuk melaksanakan sholat berjamaah dilanjutkan dengan mengaji. Disana kembali bertemu kawan dan perbincangan pun terulang kembali, seterusnya dan seterusnya menggilas sang waktu hingga diriku tersentak dan tersadar. "Janin yang ada diperut istriku Jum'at 20 April 2012 menginjak usia 8 bulan. Alhamdulillah, Ya Alloh sujud syukurku kepadamu, seumur hidupku takkan cukup untuk membalas segala nikmat yang telah engkau berikan kepadaku. Semoga berkah yang engkau berikan kepadaku, anak dan istriku dan seluruh keluargaku takkan pernah berhenti selamanya, Amin Ya Robballalamin.*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar