Minggu, 20 Mei 2012

"Jiwa Bisnis"



Moh. Faisal (14) dan Moh. Esa Gumilar (13) siswa kelas 3 SMP asal Kampung Jati, Kecamatan Tarogong Kaler, Kabupaten Garut tengah asik bermain sambil mencari uang. Mereka berdua memanfaatkan liburan sekolah menjelang masuk SMK untuk berjualan ikan hias dengan berkeliling menggunakan sepeda yang telah dimodifikasi mengelilingi seputaran kota, Sabtu (31/05/2008).*

Jumat, 18 Mei 2012

"Syarif Hidayat"

"Syarif Hidayat"

Senyum dikulum..

Senyuman menjadi sangat mahal, dan itu terjadi setiap memasuki masa panen ketika harga gabah tidak sebanding  dengan mahalnya harga beras di pasaran. Petani masih menjadi korban permainan para tengkulak, sementara pemerintah hanya menyaksikan penderitaan petani. Apakah memang hal itu sengaja dipelihara agar petani tetap miskin dan terbelakang ?*

Jumat, 27 April 2012

"Selamat Membaca.."

Sumber foto: Republika.co.id
Copas via Nurman Diah (via Forum Pembaca The Global Review).*
Setelah Pak Wid pergi... saya baru tahu betapa luar biasanya beliau. Ada desas-desus tentang 'ada sesuatu' di balik kematian beliau yang mendadak. Wallahu a'lam. Tapi bila memang benar desas-desus itu, insya Allah beliau sekarang bahagia di... sisi Allah, Rasulullah, Ahlul Bait Rasulullah, dan para syuhada.






Pesan Perjuangan dari seorang Prof. Widjajono Partowidagdo demi Kedaulatan, Kemandirian dan Ketahanan Energi Republik Indonesia:

"Indonesia merupakan negara yang lucu. Pasalnya, Indonesia memiliki sumber energi murah yaitu batubara, tetapi justru batubara tersebut malah diekspor. Sedangkan Indonesia memilih impor Bahan Bakar Minyak (BBM) yang harganya lebih mahal. ”Indonesia negara lucu, ekspor yang murah, tapi impor yang mahal. Orang yang gak kaya minyak tapi pakai yang mahal. Orang miskin kalau pakai yang mahal maka akan susah hidupnya,” tegas Widjajono saat ditemui di Ballroom Hotel Kempinski Jakarta, Jumat (30/3/2012).

Widjajono heran dengan kultur masyarakat Indonesia yang justru bangga dengan jumlah mobil yang banyak meskipun bahan bakarnya masih disubsidi. “Mobil di Singapura itu 5 tahun ganti, tapi di Indonesia malah bangga mobil tambah meskipun BBM-nya disubsidi,” pungkasnya (detikFinance.com, 30/3/12).

Lebih dari itu, negara ini juga pas disebut negara aneh. Pasalnya memang banyak keanehan dalam pengaturan negara ini. Berikut sebagian diantara keanehan yang terjadi di negeri ini:

Pertama, semua orang di dunia akan sangat takjub dengan melimpahnya kekayaan negeri ini. Hampir semua bentuk kekayaan alam ada di negeri ini. Namun anehnya, kekayaan itu tidak bisa membuat rakyatnya hidup makmur.

Menurut data BPS: (http://www.bps.go.id/tab_sub/ view.php?tabel=1&daftar=1&id_ subyek=23&notab=1 ) pada tahun 2011 orang miskin di negeri ini masih ada 11.046.750 orang di kota, ada 18.972.180 orang di desa dan secara total di negeri ini masih ada 30.018.930 orang miskin. Itu pun dengan ukuran garis kemiskinan di kota Rp 253.016,- per bulan, di desa Rp 213.395,- perbulan dan secara gabungan ukuran garis kemiskinan jika pengeluaran Rp 233.740,- perbulan. Orang yang disebut miskin di negeri ini jika pengeluarannya kurang dari Rp 7.790,- perhari. Padahal dengan pengeluaran sebesar itu per hari hanya cukup untuk sekali makan dengan lauk ala kadarnya.

Kedua, dengan melimpahnya kekayaan negeri ini, ternyata pendapatan negeri ini termasuk dari hasil pengelolaan bermacam kekayaan alam itu tidak cukup untuk membiayai belanja negara sehingga kekurangannya ditutup dengan mencari utang baik dari dalam negeri dalam bentuk Surat Berharga Negara dan dari luar negeri. Jumlah utang pada akhir Januari 2012 yang telah mencapai Rp 1837,39 triliun. Jumlah itu jika dibagi dengan jumlah penduduk 239 juta maka tiap orang penduduk temasuk bayi yang baru lahir sekalipun terbebani utang sebesar Rp 7,688 juta.

Keanehan ini makin menjadi. Negara ini sangat patuh dalam membayar cicilan utang pokok dan bunganya tiap tahun. Normalnya, orang berutang itu hanya sementara, sesekali, tidak seterusnya dan punya rencana atau skenario untuk melunasi utangnya. Itu normalnya. Tapi hal itu tak terlihat dalam hal utang negeri ini. Utang seolah menjadi sesuatu yang tetap. Tiap tahun harus ada. Hal itu diantaranya adalah akibat tipuan doktrin anggaran berimbang. Sayangnya terlihat tidak ada rencana atau skenario mengakhiri utang itu. Di dalam Buku Saku Perkembangan Utang Negara edisi Februari 2012 bahkan sudah ada prediksi besaran cicilan utang pokok dan bunga hingga tahun 2055 dan itu bukan akhir dari cicilan utang. Normalnya, utang itu sifatnya emergensi/darurat, tapi anehnya dalam pengelolaan negeri ini, utang justru bersifat baku, tetap dan kontinu. Jelas ini adalah aneh dan abnormal.

Lebih aneh lagi, ternyata cicilan utang selama ini tidak mengurangi jumlah utang. Padahal cicilan utang itu jika diakumulasi sudah melebihi akumulasi utangnya sendiri. Akumulasi pembayaran cicilan utang baik bunga maupun pokok selama 12 tahun antara tahun 2000-2011 mencapai Rp 1.843,10 triliun. Tapi anehnya, jumlah utang negara tidak berkurang tapi justru bertambah. Utang negara per 3 Januari 2012 mencapai Rp 1.837,39 triliun.

Kalau dikatakan utang itu untuk membiayai pembangunan, maka bisa jadi itu bohong besar. Sebab sejatinya utang yang diambil itu adalah untuk membayar cicilan utang. Ambil contoh tahun 2012 ini. Di dalam APBN-P sudah ditetapkan defisit sekitar Rp 190,1 triliun atau 2,23% dengan rencana akan ditutupi dari pembiayaan (utang) dalam negeri sebesar Rp 194,5 triliun dan pinjaman luar negeri sebesar minus Rp 4,4 triliun (artinya total pinjaman LN berkurang Rp 4,4 triliun). Ternyata jumlah itu habis dan tidak cukup untuk membayar cicilan utang. Di tahun 2012 besarnya cicilan utang mencapai Rp 261,1 triliun (cician pokok Rp 139 triliun dan cicilan bunga Rp 122,13 triliun). Bahkan jika mengacu pada Buku Saku Perkembangan Utang Negara edisi Februari 2012 yang dikeluarkan oleh Ditjen Pengelolaan Utang Kementerian Keuangan di halaman 46 disebutkan, pagu APBN-P 2012 untuk pembayaran cicilan utang (pokok dan bunganya) mencapai Rp 322,709 triliun, terdiri dari cicilan pokok utang Rp 200,491 triliun dan cicilan bunga Rp 122,218 triliun. Cicilan pokok utang itu terbagi dalam cicilan pokok pinjaman Rp 47,400 triliun (pinjaman DN Rp 140 miliar dan pinjaman LN Rp 47,260 triliun) dan cicilan pokok Surat Berharga Negara (SBN) Rp 153,091 triliun (SBN Rupiah Rp 152,091 triliun dan SBN Valas Rp 1 triliun). Sementara cicilan bunga Rp 122,218 triliun itu, terdiri dari cicilan bunga pinjaman Rp 17,887 triliun ( bunga pinjaman DN Rp 225 miliar dan bunga pinjaman LN Rp 17,662 triliun) dan cicilan bunga SBN Rp 104,331 triliun (bunga SBN Rupiah Rp 88,278 triliun dan SBN Valas Rp 16,052 triliun). Jadi seluruh utang yang ditarik di tahun 2012 sebenarnya bukan untuk membiayai pembangunan tetapi untuk membayar cicilan utang dan itupun belum cukup dan harus mengurangi alokasi APBN yang seharusnya bisa untuk membiayai pembangunan.

Ketiga, subsidi secara umum khususnya subsidi BBM dirasakan memberatkan pemerintah dan menjadi beban APBN sebab menyedot alokasi APBN. Padahal istilah subsidi BBM itu masih dipertanyakan. Soalnya, istilah subsidi itu seolah pemerintah mengeluarkan uang dari kantongnya untuk dibayarkan kepada rakyat atau untuk nomboki pembelian BBM. Banyak kalangan menilai istilah subsidi BBM itu tidak tepat sebab yang sebenarnya adalah berkurangnya potensi pemasukan kepada kas pemerintah yang berasal dari migas. Soalnya diasumsikan BBM itu dijual ke pasar internasional dengan harga pasar internasional. Namun karena BBM dijual di dalam negeri dengan harga murah di bawah harga pasar internasional, artinya ada potensi pemasukan yang hilang dan itulah yang dinamakan subsidi. Nah jika yang seperti itu dianggap memberatkan pemerintah dan membebani APBN, anehnya, pembayaran cicilan pokok dan bunga utang tidak pernah dianggap memberatkan pemerintah dan membebani APBN. Padahal
jumlahnya jauh lebih besar dari besaran subsidi. Dan pembayaran cicilan pokok dan bunga utang itu artinya uang benar-benar keluar dari kantong pemerintah, dan bukan hanya berkurangnya potensi pemasukan.

Keempat, pemerintah negeri ini begitu ngotot menaikkan harga BBM bersubsidi. Diantara alasannya adalah untuk penghematan. Jika harga BBM dinaikkan, penghematan bisa mencapai Rp 53 triliunan. Anehnya, pemerintah tidak terlihat ngotot menghilangkan anggaran-anggaran yang boros dan lebih berkesan kemewahan. Contohnya, anggaran kunjungan yang lebih bernuansa plesiran yang mencapai Rp 21 triliun, atau anggaran beli baju Presiden, Wapres, Gubernur, Wagub, Bupati/Walikota dan wakilnya, anggaran pembangunan atau renovasi gedung DPR yang sudah bagus, anggaran fasilitas bagi para pejabat, mobil dinas, dsb. Anehnya lagi, pemerintah tidak terlihat ngotot membenahi penggunaan anggaran yang selalu saja penyerapannya numpuk di akhir-akhir tahun yang kemudian rawan pemborosan, inefisiensi, tidak efektif dan rawan diselewengkan. Lebih aneh lagi, pemerintah juga tidak terlihat ngotot memberantas korupsi dan menyita harta koruptor termasuk mengejar uang negara yang
dikemplang dalam kasus Centruy, BLBI dan lainnya?

Kelima, pemerintah bekerja keras meyakinkan bahkan terkesan memaksa rakyat untuk memahami dan menerima rencana kenaikan harga BBM. Anehnya, pemerintah tidak terlihat bekerja keras atau bahkan memaksa kontraktor-kontraktor tambang dan migas agar bagian pemerintah lebih besar lagi atau untuk menaikkan royalti yang harus dibayarkan kepada pemerintah. Sekedar contoh, tak terlihat kerja keras dan paksaan pemerintah kepada PT Freeport Indonesia (PTFI) untuk menaikkan royalti PTFI sekedar agar sesuai dengan ketentuan PP No 45/2003, yaitu royalti emas 3,75 persen, tembaga 4 persen dan perak 3,25 persen. Bayangkan saja, selama ini royalti yang diterima negara dari PTFI untuk emas 1%, untuk tembaga 1,5% (jika harga kurang dari US$ 0.9/pound) sampai 3.5% (jika harga US$ 1.1/pound) dan untuk perak 1,25 %. Hal yang kurang lebih sama juga terjadi pada kontrak karya atau kontrak bagi hasil pertambangan lainnya.

Keenam, Pemerintah berkeluh kesah dan merasa berat harus mensubsidi BBM untuk rakyat dengan jalan menjual BBM kepada rakyat di bawah harga internasional. Karenanya subsidi BBM harus dikurangi atau bahkan dihilangkan alias BBM harus dijual mengikuti harga pasar internasional. Dengan itu akan didapat penghematan Rp 53 triliunan pertahun. Menjual BBM kepada rakyat dengan harga murah dianggap pemerintah sebagai beban. Anehnya, gas dijual ke Cina dengan harga super murah, tapi pemerintah tidak pernah berkeluh kesah dan merasa berat.

Padahal menurut anggota BPH Migas, A. Qoyum Tjandranegara, potensi kerugian negara tahun 2006-2009 mencapai 410,4 T. Itu sama saja mensubsidi rakyat Cina Rp 100 triliunan lebih pertahun. Belum lagi ditambah kerugian tak langsungnya akibat PLN tidak bisa mendapat gas karena dijual ke luar negeri dan PLN harus memakai BBM yang harganya mahal sehingga PLN harus mengeluarkan biaya lebih banyak sekutar 37 triliun pertahun. Aneh sekali, pemerintah merasa sangat berat hati mensubsidi rakyatnya, pada saat yang sama pemerintah sama sekali tidak merasa berat bahkan merasa senang mensubsidi rakyat negara lain yaitu rakyat Cina."

(dikutip dari pidato, keynote speech, narasumber dan wawancara di berbagai acara).

 *dikutip dari FB Bambang Supono.

Kamis, 26 April 2012

Untuk Jajan..


Doni (9) sedang memberikan petunjuk kepada pengendara yang hendak melintasi jembatan besi Cikaso, Kampung Leuwi Genteng, Desa Sirna Bakti Kecamatan Pameungpeuk Kabupaten Garut,  Rabu (18/6/2008).*

Jumat, 20 April 2012

Musibah dan Kasih Sayang

Dengan pandangan polos dipangkuan ibunya yang sedih, bocah salah satu korban keracunan makanan dalam rangka acara "Samen" yang ditammpung di Bale Desa Sukaratu tengah diberikan pertolongan para medis. Sedikitnya 75 warga Sukaratu, Kecamatan Sukaratu, Kabupaten Tasikmalaya mengalami kritis dan dirujuk  ke puskesmas terdekat, Sementara puluhan korban keracunan lainnya di tampung sementara di Bale Desa untuk mendapatkan perawatan, Selasa (28/6).*

Keracunan



Akibat keracunan makanan dalam acara samen, Selasa (28/6) malam, Sedikitnya 75 warga harus mendapatkan perawatan di puskesmas Sukaratu, Kecamatan Sukaratu, Kabupaten Tasikmalaya.. Terlihat botol infus yang digantung pada bentangan tali plastik untuk perawatan korban keracunan Sebagian korban yang di tampung di Bale desa.*

Kamis, 19 April 2012

Survive

Pudin (11) warga Kampung Baru, Desa Sukamenak, Kecamatan Wanaraja Kabupaten Garut harus rela putus sekolah. Hal ini dikarenakan keterbatasan ekonomi keluarganya. Dirinya hanya bisa berusaha membantu orang tuanya mencari kayu bakar untuk keperluan sehari-hari. Terlihat ia tengah melintasi jalanan terjal sambil memanggul kayu bakar yang didapatnya dari hutan pegunungan kawasan itu. Gambar diambil, Rabu (14/5/2008).*

AYO SEKOLAH

Siswa SD harus berjalan jauh untuk sekolah.*
Setiap anak-anak diamanpun mereka berada, jika sudah mencapai usia sekolah akan sangat bahagia jika bisa bersekolah. Mereka secara langsung akan memberitahukan keinginannya itu kepada orang tuanya. Kondisi seperti itu banyak dijumpai dalam kehidupan sehari-hari. Namun tidak semua masyarakat bisa berkesempatan mengenyam pendidikan. Masih beruntung mereka dipelosok salah satu daerah di Kabupaten Garut bisa menikmati indahnya sekolah, meski dari rumah harus menempuh perjalanan cukup jauh untuk pergi ke sekolahnya.***

Rabu, 18 April 2012

KATUMBIRI

Ketika imajinasiku menerawang kembali ke masa lalu, menyusuri setiap ruang khayalan yang berkecamuk dalam otak dan pikiranku. Saat itu ingatanku  bermuara pada satu titik ruang dimana emosi menyeruak celah yang tetap bersinar. Disitu ada sebuah fantasi yang kutemukan yakni satu masa paling indah. Masa dimana hari-hariku menjalani berputarnya waktu hingga saat ini. Kebebasan yang tak mungkin bisa dirasakan kembali. Masa dimana kita bisa tersenyum ataupun menangis bila mengingatnya..

"Masa Kecil" itulah masa paling indah, Sejuta impian dan harapan selalu terucap. Terlontar begitu saja secara spontan dalam perbincangan antar kawan. Perbincangan tentang cita-cita yang setinggi langit, sekolah favorit,  harapan kehidupan yang layak dimasa depan, wanita idaman yang aduhai, kendaraan terbaru dan termewah, hingga menuai mimpi akan indahnya kehidupan. Dengan tanpa alasan menjadi pergunjingan dalam kumpulan kecil disudut gang depan rumah tinggalku. Percakapan itu hampir setiap kali terlontar saat aku bermain dengan kawan.

Kala pengeras suara dari Mesjid yang lokasinya hanya beberapa meter dari halaman rumah tinggalku tempat aku bermain dengan kawan. Obrolan yang menjadi mimpi masa kecilku diberhentikan waktu itu, tatkala adzan maghrib berkumandang kumpulan bermain pun bubar. Kami semua pulang ke rumah masing-masing. Sesampainya dirumah nampak berseliweran kakak dan adikku. Di kursi ruang keluarga nampak Ibuku lengkap dengan mukena yang dikenakannya hampir menutupi seluruh tubuhnya. Hanya terlihat wajah yang memancarkan cahaya kecantikan seorang Ibu yang tak pernah pudar. Ia memandangku dengan tatapan penuh kasih sayang. Dan Bapakku berdiri dekat meja makan komplit dengan sarung plus peci hitam yang dikenakan menyapaku dengan nada kewibaannya, "Segera nak bersihkan badanmu dari debu yang menempel di badanmu dengan air wudlu".

Sambil melirik televisi hitam putih yang menayangkan berita daerah yang disiarkan TVRI, satu-satunya stasiun televisi kebangaan masyarakat diseluruh Republik ini. Kakiku terus melangkah sedikit berlari menuju kamar mandi melewati dapur yang atapnya sudah hitam pekat oleh asap yang keluar dari kompor minyak 12 sumbu yang dibeli Ibu dipasar lama sekitar tahun 1980an.

Tak memakan waktu lama akupun menarik tambang dari karet ban yang menggantung pada kayu yang ditempel pada tembok sumur. Lalu menceburkan ember plastik hitam kemudian setelah ember tersebut berisi air kuangkat kembali kepermukaan. Cukup menguras tenaga juga, pasalnya air yang harus kutimba berada 15 meter dibawah permukaan lantai kamar mandi rumahku.

Tibalah bulatan diameter ember plastik hitam dengan gelombang air pada permukaannya, aku mengangkatnya dengan tangan kiri disusul tangan kanan membalikkan bagian bawahnya sehingga air masuk melalui saluran lobang kecil tembus ke bak mandi. Singkat cerita muka, tangan, kaki mulai dibasuh dengan sedikit tergesa-gesa karena alunan adzan sudah berakhir.

Sambil tergesa-gesa aku masuk kamar merogoh peci yang tergantung di tiang ranjang tingkat yang dibuat Ayahku dari kayu. Menyambar sarung dan kitab suci yang bertumpuk dengan buku sekolahku lalu berlari ke Mesjid untuk melaksanakan sholat berjamaah dilanjutkan dengan mengaji. Disana kembali bertemu kawan dan perbincangan pun terulang kembali, seterusnya dan seterusnya menggilas sang waktu hingga diriku tersentak dan tersadar. "Janin yang ada diperut istriku Jum'at 20 April 2012 menginjak usia 8 bulan. Alhamdulillah, Ya Alloh sujud syukurku kepadamu, seumur hidupku takkan cukup untuk membalas segala nikmat yang telah engkau berikan kepadaku. Semoga berkah yang engkau berikan kepadaku, anak dan istriku dan seluruh keluargaku takkan pernah berhenti selamanya, Amin Ya Robballalamin.*